Kamis, 13 Maret 2008

PERPISAHAN SEBUAH KEHARUSAN

PERPISAHAN,

"APA JADINYA JIKA PERPISAHAN MENJADI SEBUAH KEHARUSAN"

Nyai seorang perempuan teman karib ku biasa ku panggil, kedua orang tuanya memberi nama panjang ontosoroh, jadilah nyai ontosoroh terlahir dari keluarga pekerja supir angkot di kawasan bandung timur. sosok perempuan yang menjadi idaman banyak kaum laki-laki ini tampak begitu berbeda, perawakan gemulai dengan wajah lembut. membuat laki-laki hidung belang suka mengejar kemana nyai ontosoroh lari. malam itu terlihat tak seperti biasanya, memakai gaun hitam dengan selendang di pundak bagian kiri, nyai ontosoroh jadilalah dirinya sendiri.

Perjalanan menuju kawasan bandung utara bersama ku, dengan mengendarai sepeda motor hasil jualan liputan dikota ini, nyai tak begitu mempeduikan cuaca malam yang terasa suudah mulai berubah. dalam perjalanan nyai ontosoroh kerap kali mengumbar tentang arti kebebasan. dengan himpitan hidup yang serba susah, membuat nyai ontosoroh tidak begitu memperdulikan siapa "tuhan nya" dari sejak kelahiran hingga menjadi nyai ontosoroh dirinya memang tidak diinginkan untuk terlahir. saking meyesal nya, anggapan orang tentang sebuah sistem dan norma pada kawasan masyarakat tak juga dipedulikan. aku sempat berhenti beberapa lama, saat aku mendengar tutur saat tentang perjumpaan.

untuk sampai ke lokasi tujuan, kami berdua membutuhkan waktu hanya setengah jam lebih, sesampainya di kawasan bandung utara perempuan itu langsung memesan dua gelas air panah dengan segenggam teh hijau. perbincangan seketika terhenti, saat seorang pelanggan melirik nyai ontosoroh, selang beberapa waktu seorang perempuan lain juga datang untuk menyerahkan pesanan. kaku kami memulai pembicaraan, di rung bebas dalam selimut gelap malam, keduanya terasa berada dalam kehampaan. "kenapa kita selalu dipertemukan" ujar perempuan tersebut.

aku kemudian menyeduhkan teh hijau bersama air panah, saat ku berusaha meneguk nya, terasa pahit dan hambar. perempuan itu kemudian menyahut dan menyuruhku untuk menyeduhnya dengan gula merah. "seduh lah air teh panas itu dengan gula biar rasanya tidak pahit. ungkap perempuan itu sambil membukakan buku catatatan harian yang di bawa dari rumah tempat tinggal nya.

Begini lah caranya, biar minuman ini terasa manis dan bisa di teguk, sambil nyerocos perempuan itu langsung melakukan. nyai kau memang perempuan, meski kau terlahir dengan tanpa berharap, kau juga harus menenun pada malam dan pagi datang. aku juga berusaha mengimbangi obrolan biar tak terjangkit keheningan dan kesunyian.

"ambillah gula", itu aku katakan kepada nya, akan kuseduhkan bersama air panah dan teh hijau, kudengar bunyi sentuhan gelas bersama sendok. nyai suara nya begitu nyaring dan terdengar sangat mengasikkan. nyai pun langsung mengangguk-nganggukannya. bunyi suara ini boleh jadi menjadi bukti jika kemudian pertemuan malam ini, akan berakhir. raut wajah perempuan itu mulai berubah dan bagian mata mulai berkaca-kaca, meski aku juga tidak tahu betul apa penyebab itu semua.

Dengan nada gemulai dari mulut manis nyai, terucap untuk meminta bantuan agar menyeduhkan teh hijau, aku katakan" apa yang bisa lakukan buat nyai" aku akan lakukan semua. jika seduhan teh hijau ini membuat nyai tak lagi berada dalam gelap, diam lalu kau berusaha menjawab. perempuan itu, tak menjawab sepatah katapun. dirinya sedang dirudung kedinginan mendalam hingga bergigil gigi nya.

Teman ku, ungkap nyai ontosoroh, kini kau dengar lagi, bunyi suara seduhan teh hijau terdengar nya bermacam-macam, namun suara gigi ku membuat kamu berfikir macam-macam . meski kau berusaha menyembunyikan aku tahu kau memang harus berpisah. kata perempuan itu sambil menulis lagi coretan dalam catatan harian.

Dengan nada tinggi dan meyakinkan, sebagai sosok laki-laki, nyai ontosoroh di buat yakin jika perjumpaan tak akan berakhir dalam perpisahan sesaat. meski kau berusaha untuk pergi dalam kehidupan ku saat ini, aku begitu yakin jika kemudian malam ini aku akan pulang. tak lama kemudian telepon genggam milik nyai ontosoroh terus berdering, suara dering nya tak dihiraukan dan berulang kali.

"nyai, teepon itu terus berbunyi, coba kau lihat barang kali ada keperluan untuk bertemu dengan mu malam ini juga", kata ku. nyai pun melihat nya namun terlihat kedua matanya berkaca-kaca. tak harus kau berubah seketika, jawab lah telepon mu.

saat berusaha untuk menelopn kembali, nyai agak terkaku-kaku, terlihat berat dalam bathin nyai, terlihat lelah dalam badan perempuan tersebut, namun terlihat juga kebohongan yang dibisukan sejak pertemuan malam itu. "sebenarnya...., sebenarnya...," nyai tak meanjutkan kata-katanya. kalimat tak keluar dalam mulut nyai, meski aku tunggu beberapa menit...., perempuan tersebut kemudian menanyakan hal-hal sebelumnya, apa lah arti kekuasaan, apalah arti kebebasan dan apalah arti penghianatan..., aku berusaha tak menjawab... namun nyai ontosoroh menyesal...,

setengah jam berlalu dari bunyi telepon genggam aku berusaha untuk kembali ke kota tempat kami hidup, sesekali aku melihat sosok nyai, di wajah nya berubah seketika dan terlihat penghianatan mendalam. aku katakan kepada perempuan itu setngah menit sebelum meninggalkan lokasi tempat pertemuan bersama nyai., kau lupa ya...,

apa yang bikin aku lupa..., kata perempuan tersebut, kau anggap aku ini seorang pelacur yang bisa menyerahkan segala nya untuk kehangatan laki-laki hidung belang. pikiran nya mulai ngaco dan tidak tersusun rapih..., kau anggap ini seorang pelacur..., "coba donk ngomong..."

aku tak berusaha untuk menjawab pertanyaan yang dianggap tak bermanfaat, lalu telepon genggam nyai kembali berbunyi, namun masih juga dihiraukan nyai...,

bersambung

ferri wahyudin

anak manusia